Pidato Agus Yudhoyono Diklaim Pro 01, 02 Tidak Terima

Teks Sumber : RMOL.CO

Inilahjambi – Pidato Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada acara Partai Demokrat menimbulkan kontroversi. Pasalnya, dalam pidato politik tersebut, Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat itu, tak sekalipun menyebut nama Prabowo Subianto.

Baca lagiSejumlah Alumni HMI Deklarasikan Dukungan ke Prabowo-Sandi

Padahal, sejatinya partai besutan SBY tersebut mengusung Prabowo Subianto- Sandiaga Salahudin Uno, dalam Pemilu 2019. Pada kesempatan tersebut, AHY hanya me­nyampaikan rekomendasi Partai Demokrat untuk Pilpres 2019.

Tidak disebutkannya nama Prabowo di pidato tersebut memunculkan spekulasi. Banyak yang menilai, pidato itu menujukkan Partai Demokrat tidak sepenuh hati mendu­kung Prabowo-Sandi, atau malah memilih netral di Pemilu 2019.

Spekulasi antara lain muncul dari Calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin. Ma’ruf menganggap, pidato tersebut sebagai sinyal positif dukungan AHY kepada dirinya dan calon presiden petahana Joko Widodo.

Hal ini dibantah Deputi Bidang Media Ko­gasma, Putu Rudana. Putu menyatakan, AHY tidak menyebut nama karena dia berpidato untuk memberikan rekomendasi, dan masu­kan kepada siapapun presiden yang akan terpilih nanti. Namun, spekulasi mengenai pidato tersebut terus berlanjut.

Lantas bagaimana pandangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait spekulasi ini? Apakah mereka sepakat dengan anggapan, pidato tersebut menujukkan bahwa Partai Demokrat cenderung netral pada Pilpres 2019. Bagaimana pula pandangan Tim Kam­panye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin terkait hal ini? Berikut penuturan lengkapnya.

Bagaimana pandangan BPN soal spekulasi seputar pidato AHY? 
Yang jelas, bagi kami tidak ada spekulasi, biasa saja. Pidato yang dis­ampaikan Mas AHY, ketika menggan­tikan Pak SBY itu terang. Semua yang beliau sampaikan itu terkait dengan visi-misi, yang menjadi concern Pak Prabowo dan Bang Sandi. Misalnya terkait harga pangan, lapangan peker­jaan, kemudian tentang kualitas demokrasi kita yang menurun.

Jangan-jangan Anda kurang tepat menilai… 
Itu semua kan visi-misi yang berulang kali juga disampaikan Pak Prabowo dan Bang Sandi. Tone-nya atau iramanya sama. Jadi, apa yang disampaikan Mas AHY itu, adalah suara Pak Prabowo dan Bang Sandi. Dalam pidato itu, Mas AHY dengan terang mengkritik pemerintahan ini. Dari situ saja, secara implisit keliha­tan keberpihakannya seperti apa.

Tapi, Prabowo tidak disebut sa­ma sekali. Itu bisa diterjemahkan sebagai sikap netral Demokrat, atau bahkan condong ke Jokowi? 
Dalam politik, bahasa tidak harus selalu low context, tetapi juga high context.Kalau orang yang rajin baca pasti paham, pesan yang disampaikan dalam pidato Mas AHY itu, adalah pesan high context, tafsir, dan keber­pihakannya jelas. Kalau orang yang tak paham betul pesan high context, pasti akan bilang mengambang dan segala macam.

Bagaimana dengan yang paham? 

Mereka yang paham high context, pasti langsung paham. Pak SBY dan Mas AHY bukan tipe yang addressing pidato dengan low context. Mereka biasa menggunakan high context. 

Tapi, arahnya jadi tidak lugas…
Disebutkan atau tidak, arahnya tetap jelas. Seperti tadi saya sebutkan, pidato itu bahasanya high context. Kalau langsung itu low context. Jadi, dalam komunikasi politik ada bahasa low context dan high context. Pak SBY dan Mas AYH, kami pikir selalu menggu­nakan pendekatan high context.

Cuma cara penyampaiannya saja ya? 

Iya. Politik itu kan seni ya, seni berkomunikasi, seni berargumentasi. Yang sedang ditunjukkan Mas AHY itu seni komunikasi high context, dan pesannya terang benderang bagi kami. Itu bagi kami yang memahami high context ya. Kalau yang enggak paham, yang nalarnya low context, mereka akan bilang wah ini menujuk­kan mau netral dan sebagainya.

Anda mau bilang, kubu sebelah tidak paham? 

Itu menujukkan, mereka tak paham bahasa high context. Style politisi itu bermacam-macam ya. Kalau ada kubu yang mengatakan, oh ini bukti Mas AHY mau netral, itu menunjuk­kan mereka tak kenal Mas AYH dan Pak SBY, tapi sok kenal.

Memangnya Anda kenal baik dengan SBY dan AHY? 
Kami kenal baik dengan mereka, dan kami memahami seni menyam­paikan pesan itu. Pesan yang disam­paikan Mas AHY itu, adalah jenis high context. Politisi itu memang harus rajin baca, biar paham, seperti apa seni komunikasi politik itu.

Menurut BPN, apakah selama ini Partai Demokrat sudah all out memenangkan Prabowo-Sandi? 
Bagi kami sudah all out ya. Karena sebelum Ibu Ani sakit, Pak SBY itu terusjalan. Bagi kami, apa yang dilakukan Partai Demokrat itu sudah sepenuhnya untuk memenangkan Prabowo-Sandi. Tentunya mereka juga berusaha untuk memastikan memenangkan elektoral bagi partai ya, dan itu kami pahami.

Kabarnya, banyak kader Partai Demokrat di daerah yang mendu­kung paslon nomor urut 01… 
Saya pikir, dukungan bagi kami dari partai lain pendukung kubu sebelah juga luar biasa ya. Bahkan di Yogyakarta, ada istilah kosongkan gerbong. Banyak sekali gerbong ko­song di sana. Tapi untuk Demokrat, kami rasa tidak. Menurut kami, mereka berkomitmen penuh.

Komandan Kogasma Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tidak menyebutkan nama Prabowo Subianto dalam pidato politiknya… 

Sejak awal, koalisi Pak Prabowo ini adalah koalisi yang rapuh. Salah satu yang paling penting dalam koalisi adalah power sharing. Sedangkan koalisi tersebut dibangun dengan power sharing yang sangat lemah.

Seperti apa power sharing yang lemah itu? 
Begini, kita lihat, Calon Presiden Gerindra, Cawapres Gerindra, tim sukses intinya pun orang Gerindra.

Apa Anda melihat ada politik dua kaki di tubuh Partai Demokrat? 

Memang, awal pidato-pidato Partai Demokrat diindikasikan politik dua kaki, dan itu harus dilakukan untuk keberhasilan di pemilihan legislatif.

Pidato AHY bagaimana? 
Nah, apa yang disampaikan AHY di akhir pidatonya tidak menyebut­kan nama Pak Prabowo sama sekali. Ini menjelaskan preseden-preseden sebelumnya, bahwa Partai Demokrat tidak akan all out mendukung Pak Prabowo. Terutama survei-survei internal yang memperlihatkan kedua paslon, menunjukkan bahwa pendu­kung Partai Demokrat mendukung Pak Jokowi-Ma’ruf.

Contohnya? 
Seperti pak Soekarwo kemarin, Jawa Timur itu mendukung Pak Jokowi. Demokrat mau survive di Jawa Timur, ya harus mendukung Pak Jokowi. Menurut saya, ini ada­lah fenomena politik yang wajar ya. Realisme politik yang masih masuk akal.

Maksudnya?

Sepertinya tidak ada pilihan lain bagi Demokrat untuk mengurus ru­mah tangga sendiri, tidak perlu capai-capai mendukung Pak Prabowo, toh hasilnya juga kalah.

Apakah piihak Anda mengantongi pernyataan Partai Demokrat men­dukung Jokowi-Ma’ruf, meskipun tidak terbuka ke publik? 

Secara formal belum ada, tetapi se­bagai panglima perang timur istilah­nya, atau pemenang di Jawa Timur itu kan ada Pakde Karwo, itu kan sama realitas politik pilpres dengan pileg ya. Itu kan implikasinya kemana. Misalnya saja Jawa Timur itu lebih ke Pak Jokowi, ya artinya ya Jokowi.

Apakah Anda melihat bahwa AHY ini tidak diberi panggung politik di 02? 

Ya, hampir tidak ada. Kan AHY berpotensi menjadi cawapres di situ, tetapi karena ada isu kardus, itu kan menjadi ramai. Akhirnya AHY tersingkir dari kursi cawapres, mungkin ini menyakitkan untuk Demokrat.

Ini menjadi pertarungan internal, seharusnya berjalan dengan baik jus­tru ada isu jenderal kardus. Jadi, ne­gosiasinya bukan pada kualitas orang, namun kepada isu kardus. Menurut saya, ini sangat menyakitkan. Namun sekali lagi, ini realistas politik dan sesuatu yang masuk akal.

Baca lagi : Andi Arief Ditangkap Polisi saat Bareng Wanita di Hotel, Diduga Artis

BPN tak ada masalah AHY tidak menyebutkan nama Prabowo, karena sejak awal Demokrat sudah mendukung Prabowo-Sandiaga Uno… 
Memang secara legalnya ke sana ya. Tetapi dilihat dari fakta-fakta poli­tik, gestur politik, malah sebaliknya. Secara formal silakan diambil BPN, tetapi fakta lapangannya milik TKN.

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN