Skandal Proyek Pemukiman Kumuh di Satker PKP Dinas PU PR Provinsi Jambi

Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola saat meninjau proyek Peningkatan Kualitas Pemukiman di kawasan Legok, Kota Jambi, Januari 2017 lalu/Foto: ist

Skandal Proyek Pemukiman Kumuh di Satker PKP Dinas PU PR Provinsi Jambi


Inilah Jambi – Skandal “pinjam bendera” di proyek Peningkatan Kualitas Pemukiman (PKP) Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, menyeruak dari proyek kawasan kumuh di Kelurahan Tanjungpinang, Kota Jambi.

Proyek yang didanai dari APBN tahun 2018 senilai Rp9,6 Milyar dengan HPS Rp8,6 Milyar itu, diduga dikerjakan oleh pihak lain, padahal pemenang tender adalah PT Yunaco Eramandiri.

Celakanya, kegiatan itu awalnya mandek alias mangkrak,  gara-gara pengusaha konstruksi yang pinjam bendera tidak mampu menyelesaikan pekerjaan.

Sumber inilahjambi mengatakan, kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut adalah “S” pemilik perusahaan konstruksi PT APS. S mulai mengerjakan kegiatan itu sejak bulan Juni 2018 lalu. Namun, ketika progres baru mencapai 10 persen, S tidak lagi melanjutkan pekerjaan tersebut.

Proyek terhenti sekitar 3 bulan, sementara lubang jalan dibiarkan menganga dan tanah galian serta material berserak di kawasan padat penduduk di wilayah Kota Jambi bagian Timur itu.

“Warga sempat meradang. Karena jalan tidak dapat digunakan. Kemarin digawekan, tahu-tahu yang gaweinnyo dak ado lagi. Ntah kapan digawekan lagi proyek ni,” ungkap Ketua RT 33 Tanjung Pinang, Abber Hasibuan (58), dua pekan lalu.

Terbengkalainya proyek itu pernah diberitakan oleh Inilahjambi pada 15 September 2018 lalu.

Macetnya pekerjaan S juga diakui oleh Amin. Konsultan dari CV Heksa Mitraindo ini mengatakan, akibat macetnya pekerjaan itu, warga sempat kecewa berat sehingga ketika pelaksana kegiatan diganti, sempat terjadi pengadangan oleh warga.

“Untung warga akhirnya mengerti, pembangunan bisa kita lanjutkan,” beber Amin, Kamis 20 September 2018 lalu.

Sumber Inilahjambi menyebutkan, macetnya pekerjaan S di kawasan itu diduga karena banyaknya proyek yang bersangkutan di tempat lain, sehingga modal terserap ke pekerjaan lain, sementara suplai material untuk kawasan kumuh itu tersendat-sendat.

“Kita tahulah, S itu banyak sekali proyeknya. Dari yang kecil sampai yang besar. Proyek pemukiman kumuh ini seringkali macet materialnya. Padahal S sudah ambil uang muka proyek sebesar 20 persen,” kata sumber Inilahjambi.

Setelah berbulan-bulan pekerjaan di 13 titik itu mangkrak, pekerjaan diambil alih oleh pengusaha lainnya, berinisial K. Dia mengerjakan proyek tersebut hanya tiga hari setelah berita tentang terbengkalainya proyek disiarkan oleh inilahjambi.  K diketahui merupakan pemborong yang biasa mengerjakan kegiatan konstruksi di Jambi.

“Kita tidak tahu mekanisme yang mereka sepakati antara S dan K. Yang jelas sekarang ini kegiatan di kawasan itu dikerjakan oleh K, ” ujar sumber Inilahjambi di Satker PKP Dinas PU Pera Provinsi Jambi.

Konsultan proyek, Amin, mengatakan, fakta pekerjaan S sebelum diambil alih oleh K hanya mencapai 10 persen. Akibatnya K harus ngebut bekerja agar progres kegiatan mencapai limit yang ditentukan.

“Sekarang sudah di atas 20 persen,” ungkap M Amin, konsultan kegiatan itu ditemui di lokasi.

Amin memasang target progres kegiatan 1 persen 1 hari. “Target kita 1 persen lebih dalam satu hari. Mudah-mudahan terkejar akhir November ini,” kata Amin lagi.

Inilahjambi pernah menghubungi Kepala Satker PKP Arif Rahman, pada Selasa 15 September 2018. Namun belum sempat mendapatkan keterangan, nomor ponsel Inilahjambi diblokir yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberikan nomor ponsel seseorang yang dia sebut direksi.

Celakanya, nomor telepon yang diberikan Arif Rahman tidak dapat dihubungi.

Bisa dikenakan pidana 

Hakim Agung Gazalba Saleh seperti dikutip tribunnews, pada acara Temu Nasional Pengadaan Jasa Konstruksi yang diselenggarakan oleh P3I tahun lalu di Hotel The Media Tower Jakarta, mengatakan, praktek pinjam-meminjam “bendera” perusahaan dapat dikenakan pasal pidana.

Anda harus hati-hati, karena pinjam “bendera” untuk dapat proyek dari pemerintah termasuk kategori pidana yang dapat dikenakan kepada peminjam dan yang meminjamkan “bendera” perusahaan.” ungkap Gazalba.

Rekanan, lanjut dia, sebaiknya tidak memaksakan diri dalam mendapatkan proyek dari pemerintah dengan mengambil pekerjaan di luar kemampuan yang dimiliki perusaah tersebut,, yang pada akhirnya akan berujung penjara.

“Pinjam Bendera” merupakan istilah populer yang menggambarkan adanya praktik fiktif dengan memanfaaatkan Badan Usaha orang lain yang telah memiliki pengalaman pada proyek yang diincar untuk dikerjakan oleh perusahaan sendiri yang belum memiliki pengalaman pada pekerjaan tersebut.

Praktek pinjam bendera juga bisa berbentuk menggunakaan badan usaha yang tidak bonafid namun tetap diajukan dalam rangka memenuhi aspek administraftif dalam proses pengadaan barang dan jasa agar seolah-olah sesuai dengan norma aturan atau hukum yang ada, atau namun proses pengadaan secara faktual dilakukan oleh oknum dalam instansi penanggungjawab anggaran.

Baca juga:

Video: Proyek Pemukiman Kumuh dari APBN di Kota Jambi Senilai Rp 8,6 Milyar Terkesan Asal Jadi

 

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN