Bahasa Daerah Jambi Terancam Punah

Peneliti Bidang Linguistik, Kantor Bahasa Provinsi Jambi, N. Sitanggang, menyebutkan ada 17 penuturan bahasa asli di Provinsi Jambi. Di antaranya adalah bahasa Kerinci, Suku Kubu, Serampas, Bathin, Suku Talang Mamak, Bayat, Lalang, Ulu Lako, Tungkal, Supat, Jambi, Dawas, Pindah, Orang Laut, Penghulu, Duano, dan Bangsa Duabelas.

Dari sebagian besar bahasa asli suku-suku di Jambi itu hanya ada beberapa saja yang masih bisa ditemui. “Yang paling banyak dan rutin diucap adalah bahasa Kerinci,” ujar Sitanggang, Jumat, 14 Juli 2017.

Kondisi tersebut ditambah para penutur bahasa daerah yang rata-rata sudah berumur 60 tahun lebih. Dengan kondisi tersebut, Sitanggang memperkirakan nasib bahasa daerah di Jambi hanya bersisa paling lama 20 tahun saja.

“Belum lagi perkawinan silang antar suku menjadikan bahasa daerah semakin ditinggalkan. Ditambah para orang tua yang enggan mengenalkan bahasa leluhur kepada anak-anaknya,” ujar Sitanggang.

Untuk itu, ia berharap para orang tua di Jambi mau mengenalkan bahasa daerah kepada anak-anaknya. Dengan begitu, meski jarang dituturkan, kosa kata bahasa daerah bisa terus diingat dan terjaga oleh generasi muda.

“Selain itu diperlukan juga dokumentasi kosa kata bahasa daerah. Ini untuk mengantisipasi apabila bahasa daerah nantinya benar-benar musnah,” ucap Sitanggang.


Jambi dan Peradaban oleh Musri Nauli

CATATAN mengenai Jambi mudah ditelusuri dalam catatan perjalanan ‘petualang dunia’. Dalam Kertagama dan prastasi disebutkan, pada tahun 664-665 Mo-lo-jeu telah mengirim utusan ke negeri Cina.

Tahun 853 dan 871 Champi (Jambi) mengirim armada dagang. Kota yang dianggap penting oleh pedagang Arab antara lain Zabag (Muara Sabak). Istilah tauke sebagai pengumpul barang masih dikenal di tengah masyarakat.

Menurut Uli Kozok dalam bukunya “Kitab Undang-undang Tanjung Tanah“, Jambi tetap menjadi pelabuhan tempat armada perdagangan Malayu berpangkal, tetapi Malayu tidak lagi menguasai Selat Malaka dan hanya menjadi salah satu dari berbagai pemain dalam perdagangan antarpulau dan antarbangsa.

Ketika runtuh Sriwijaya dan Majapahit, Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional menarik perhatian kerajaan kecil di sepanjang Pesisir Timur Sumatera baca selengkapnya

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN