Sempat Kisruh, Masyarakat Kumpe Ulu Kini Berdamai dengan Asosiasi Angkutan Batubara

Sempat Kisruh, Masyarakat Kumpe Ulu Kini Berdamai dengan Asosiasi Angkutan Batubara


Inilah Jambi – Masyarakat Kumpe Ulu, Kabupaten Muarojambi dan Asosiasi/Komunikasi Angkutan Batubara (Kotura) sepakat berdamai terkait insiden yang terjadi pada Minggu pagi, 12 Agustus 2018. Kesepakatan perdamaian dilakukan di Destinasi Wisata Alam Desaku, Desa Pudak, Kecamatan Kumpe Ulu, Rabu 15 Agustus 2018.

Inisiator perdamaian, Tri Joko, dari Lembaga Pemantau Lingkungan Hidup (LP2H) mengatakan, awalnya meski sudah didapatkan kesepakatan soal jadwal operasional angkutan batubara dalam mediasi di Kantor Gubernur Jambi, pada Senin, namun belum ada kesepakatan antara masyarakat dengan asosiasi batubara terkait pengrusakan beberapa unit angkutan batubara oleh masyarakat dalam insiden tersebut.

Diketahui, asosiasi angkutan batubara sempat melaporkan pengrusakan tersebut ke Polres Muarojambi. Mereka menuntut pengrusakan itu diproses secara hukum dan diberikan ganti rugi.

“Jadi setelah melalui pertemuan yang intens, maka asosiasi batubara sepakat berdamai dengan masyarakat Kumpe Ulu. Semua tuntutan termasuk laporan ke polisi dicabut,,” kata Tri Joko, Rabu 15 Agustus 2018, di Destinasi Wisata Alam Desaku, Desa Pudak, Kecamatan Kumpe Ulu.

Baca juga:

Ketua Forum Kepala Desa Kecamatan Kumpe Ulu sekaligus Kepala Desa Pudak M Bono, mengakui bahwa pihaknya juga mengharapkan kesepakatan berdamai dengan berbagai pihak terkait insiden tersebut.

Menurut dia, persoalan utama yang dialami oleh masyarakat selama ini adalah keselamatan dan kemacetan. Karena jalan kecil, sementara mobilitas warga tinggi.

“Aktivitas masyarakat dengan aktivitas angkutan batubara berjalan serentak. Sementara, akses jalan sangat kecil, sehingga jalanan menjadi padat dan sibuk. Dengan adanya kejadian ini maka didapat kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Masyarakat lebih tenang dalam menjalaninya aktivitas, termasuk para supir tidak merasa was-was lagi membawa kendaraan mereka,” katanya.

Wakil Ketua Asosiasi Angkutan Batubara, Doni, mengatakan, secara umum para supir yang beraktifitas ini hanya sekedar cari makan. Mereka juga berasal dari masyarakat biasa. Bukan pemilik kendaraan apalagi tambang.

“Kami berpikir bahwa kesepakatan berdamai memang harus diambil. Sebab ke depan masing-masing pihak ingin aktifitas berjalan dengan tenang dan damai,” katanya.

Menurut Doni, soal ganti rugi akan diselesaikan secara pribadi oleh masing-masing pemilik mobil. Sebab persoalan ini kalau dikembangkan akan menyangkut banyak pihak.

“Jadi kita ambil jalan tengah saja, kita sepakat berdamai dengan menanggung semua kerugian melalui asosiasi,” kata Doni.

Berita terkait:

 

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN