Hujan Kritik untuk Program Ekonomi Kerakyatan Jokowi dari Media Asing 

Presiden Joko Widodo/net

Inilahjambi – 

Pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mendapatkan serangan kritikan dari media ekonomi internasional, The Economist.

The Economist membeberkan sejumlah kritikan sekaligus masukan kepada Jokowi. Lantas apa saja kritikan The Economist terhadap Jokowi?

Pertama, dalam tulisannya The Economist mengkritik tentang janji kampanye Jokowi untuk memberikan pertumbuhan PDB sebesar 7 persen per tahun pada akhir masa jabatan pertamanya. Namun realisasinya hanya sekitar 5 persen sejak ia menjabat.

“Prospek untuk 2019 terlihat tidak lebih baik, terutama karena bank sentral (Bank Indonesia) telah menaikkan suku bunga enam kali dalam sembilan bulan terakhir untuk menahan penurunan (rupiah) yang mengkhawatirkan,” tulis The Economist seperti dikutip, Sabtu 26 Januari 2019.

Kemudian kritikan kedua adalah soal rendahnya SDM tenaga kerja Indonesia. Menurut The Economist, tenaga kerja Indonesia tidak memiliki kualifikasi yang baik.

Hal ini dikeluhkan oleh para pebisnis tentang kurangnya pekerja Indonesia yang terampil. Meski 20 persen anggaran APBN untuk pendidikan namun standar pendidikan di Indonesia masih rendah.

Tak hanya menyoal itu, The Economist melihat tingginya upah tenaga kerja Indonesia. Bila dihitung, upah pekerja manufaktur Indonesia adalah sebesar 45 persen lebih tinggi dari Vietnam.

Salah satu penyebab tingginya upah tenaga kerja Indonesia adalah kebijakan populis Pemerintah Daerah (Pemda) yang sebagian besar merupakan politisi untuk mengangkat suara mereka.

Kritikan lainnya adalah dalam hal belanja anggaran. Awalnya Jokowi fokus untuk pembangunan infrastruktur seperti menyelesaikan pembangunan yang mangkrak dari pemerintahan sebelumnya sampai membangun proyek baru.

Namun dalam anggaran tahun lalu, The Economist melihat Jokowi telah berubah arah. Anggaran belanja modal untuk infrastruktur justru menurun, digantikan dengan belanja subsidi.

“Pengeluaran untuk subsidi energi (pemenang suara) melonjak 69 persen dan pertumbuhan belanja infrastruktur melambat. Bagaimana, kemudian, Jokowi akan membayar rencana pembangunannya?

Sejauh ini booming infrastruktur mengandalkan perusahaan milik negara (BUMN). Tetapi pemerintah menginginkan 37 persen pendanaan berasal dari sektor swasta,” sebutnya.

{image.title}

Presiden Joko Widodo menghadiri acara cukur rambut massal didampingi Ibu Negara Iriana Jokowi di kawasan Area Wisata Situ Bagendit, Kabupaten Garut. (Foto:Dok. Biro Pers Setpres)

Hujan kritikan belum selesai, The Economist menilai regulasi yang dikeluarkan pemerintah tidak tegas. Padahal regulasi yang tegas diperlukan agar investor nyaman saat menanamkan uang mereka di Indonesia.

“Untuk merayu investor, pemerintah telah mengurangi batasan kepemilikan asing tetapi hanya setengah hati. Setiap kali peraturan dilonggarkan, kaum nasionalis melolong, jadi pembatasan tetap keras, membuat para investor kecil hati,” ucapnya.

Untuk tahun ini, The Economist memandang bahwa investor masih akan menunggu situasi setelah pemilihan presiden. Ya, Jokowi akan kembali bertarung dengan seteru abadinya, Prabowo Subianto.

Menurut The Economist, investor lebih memilih menunggu karena risiko tinggi yang mereka hadapi kalau berinvestasi di Indonesia sekarang.

“Kerentanan terbesar Jokowi adalah ekonomi, di mana pengembalian belum sesuai dengan janjinya,” katanya.

The Economist memandang andaikan Jokowi kembali menang maka dia harus melakukan perubahan besar yang dibutuhkan Indonesia. Jokowi harus mengambil risiko yang lebih besar untuk menuai hasil yang telah dijanjikannya.

“Jika upaya pemerintah untuk membuka ekonomi tetap lemah, pertumbuhan 7 persen akan tetap di luar jangkauan,” tutupnya.

Hujan kritikan The Economist terhadap Jokowi langsung direspon Istana Negara. Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika mengapresiasi atas kritik yang disampaikan oleh The Economist.

Namun banyak dari kritik itu yang perlu diklarifikasi karena tidak didasarkan kepada data yang akurat dan peta komprehensif atas kemajuan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu.

“Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dikritik habis-habisan oleh media ekonomi dari Inggris, The Economist. Kritik tersebut menekankan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mengedepankan geliat investasi menarik investor,” timpal dia dalam keterangan tertulisnya.

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN