Akad Mudharabah? Investasi Senang Investasi Tenang
Ilustrasi
Sebagai negara yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam, tentunya berpengaruh pada antusiasme dari masyarakat untuk menggunakan produk yang tidak melanggar Syariat Islam. Begitu pula dengan produk perbankan yang ditawarkan, masyarakat semakin bijak untuk memilih produk yang sesuai dengan syariat Islam.
Seiring perkembangan perbankan Syariah dipasar Indonesia yang mulai muncul era ’90-an ternyata sukses meningkatkan jumlah masyarakat yang beralih untuk berinvestasi sesuai Syariat Islam. Menurut Statistik Perbankan Syariah (SPS) mencatat pada tahun 2018 bulan Januari pertumbuhan nasabah Bank Syariah naik 18,05% per tahun.
Sebagai kitab suci umat muslim, Al – Qur’an merupakan dasar hukum pertama dalam setiap peraturan manusia menurut agama Islam.
Semua sudah diatur dalam Al-Qur’an dengan detail dan lengkap termasuk didalamnya mengenai transaksi secara syariah dan berbagai keuntungannya yang diperoleh baik dunia maupun akhirat.
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS 62:10)
Menilik dari cara perekrutan nasabah Bank Syariah dimana mereka (Bank Syariah) mengatakan kepada nasabah bahwa system yang dipakai mengikuti Syariat Islam dan menjunjung tinggi atas peniadaan riba. Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional menggunakan bunga (riba) dalam sistemnya.
Bicara mengenai produk dari Bank Syariah termasuk didalamnya yaitu tabungan di Bank Syariah, salah satu hal yang membedakan Bank Syariah dengan bank konvensional terletak pada pemberlakuan perjanjian tabungan yang akan dipilih atau biasa disebut “akad”. Diantara akad yang ditawarkan oleh Bank Syariah termasuk didalamnya yaitu Akad Mudharabah. Lalu seperti apa Akad Mudharabah itu?
Akad Mudharabah sendiri merupakan perjanjian kerja sama antara penyedia dana (nasabah) dengan pihak pengelola (bank). Jika dalam bank konvensional Akad Mudharabah itu adalah rekening simpanan yang hamper mirip dengan deposito.Dalam kerja sama melalui Akad Mudharabah ini, pihak penabung atau nasabah menyediakan uang 100% dan pihak bank akan bertindak sebagai pengelola uang tersebut.
Dalam konteks Akad Mudharabah, apabila kerjasama yang dilakukan memberikan hasil maka akan dibagi berdasarkan kontrak. Bagi hasil ini disebut nisbah dalam Islam. Namun tidak semua usaha selalu membuahkan hasil, oleh karena itu jika kerjasama yang dijalankan mengalami kegagalan atau bangkrut dan hal tersebut disebabkan oleh kelalaian dari pihak bank maka pihak bank-lah yang harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.Tetapi jika kerugian disebabkan bukan karena kesalahan pengelola (bank), maka kerugian ditanggung oleh pemilik modal (nasabah).
Akad Mudharabah juga memiliki syarat dalam nisbah bagi hasil, dalam hal ini harus ada pemberitahuan bahwa modal yang dikeluarkan adalah untuk bagi hasil keuntungan bukan dimaksudkan untuk pinjaman saja. Keuntungan antara investor dan pihak bank harus dipersentasikan, bagi hasil harus jelas misalnya untuk investor 40% dan pengelola dana (bank) 60%, 50%-50%, 60%-40%, hal ini harus ditetapkan di awal akad, serta syarat yang terakhir yaitu bagi hasil hanya untuk kedua belah pihak, tidak boleh mengikut sertakan orang yang tidak terlibat dalam Akad Mudharabah ini.
Bagi masyarakat yang ingin berinvestasi pada Bank Syariah sebaiknya mengetahui terlebih dahulu jenis akad yang akan dipilih sehingga dapat memutuskan jenis akad mana yang cocok untuk dipilih sebagai penempatan dana. Apabila menginginkan untuk mendapat bagi hasil dari dana yang di investasikan maka Akad Mudharabah menjadi pilihan yang tepat karena selain memberikan bagi hasil Akad Mudharabah juga memberi rasa tenang atas penggunaan produk yang sesuai Syariat Islam.
Penulis adalah Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Jambi
Ika munawaroh
Mawar
Herdaswita
Ivana kristina hutasoit
Reni mubaliroh
Putri miftahul J.S
Lina Monica