Badan Karantina: Jambi Termasuk Pemasok Daging Celeng ke Jawa

Inilahjambi – Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Banun Harpini, meminta masyarakat berhati-hati memilih daging di pasaran, dan tidak tergoda tawaran daging murah.

Menurut dia, peredaran daging celeng jelang Lebaran ini dapat saja terjadi, karena harganya yang murah, para pengoplos daging mencampur daging celeng dengan daging sapi. Sebab harga daging celeng lebih murah.

Banun Harpini mengatakan harga daging celeng di tingkat pengepul sekitar Rp 10.000/kilogram (kg) hingga Rp 15.000/ kg. Harga itu bahkan lebih murah dibandingkan daging ayam potong yang berkisar Rp 25.000-Rp 30.000/kg.

“Kan sangat murah, karena barang itu diburu, nggak ada sanitasi yang baik, dionggok saja dalam kantong plastik, dan itu kalau masyarakat tidak tahu bentuknya, orang awan tidak tahu. Karena masih fresh, kalau sudah agak ini lain baunya. Itu hasil buruan tidak dipotong secara higenis,” tukasnya, Kamis 8 Juni 2017.

Banun mengatakan, daging celeng banyak dipasok dari wilayah Sumatera, antara lain Jambi, Padang, hingga Sumatera Selatan.

Daging-daging itu kemudian dikirim ke pulau Jawa melalui Pelabuhan Bakauheni, hingga akhirnya dipasarkan.

Baca juga:

 

“Itu masuk ke Jawa, (kami) cegatnya di Cilegon,” kata Banun.

Menurut Banun, mengonsumsi daging celeng selundupan dapat berakibat buruk terhadap kesehatan. Sebab, pengolahan daging tersebut tidak higienis.

Hal itu tentu merugikan masyarakat, terlebih cukup sulit untuk dapat membedakan daging sapi dengan daging celeng. Banun menjelaskan, salah satu cara masyarakat untuk membedakan daging celenh dengan sapi atau kerbau, ialah dilihat dari beberapa ciri fisik dan kesegaran daging itu sendiri.

“Menghindarinya jangan hanya kita memilih barang yang murah, dalam arti ketelusurannya tidak bisa diyakini, temu kenali ciri daging yang sehat, warnanya yang sedikit cerah kemerahan, baunya segar, bukan anyir. kalau anyir proses penyembelihannya enggak benar,” terangnya.

Lebih lanjut dirinya juga mengimbau kepada masyarakat untuk tidak tergiur akan harga daging yang murah, terutama saat bulan Ramdan hingga menjelang Hari Raya Idul Fitri.

“Itu kalau masyarakat yang enggak tahu bentuknya dan itu masih fresh biasanya enggak bisa tahu, karena seratnya itu mirip semuanya kalau masih fresh, karena masih segar, tapi kalau memang sudah agak lama lain itu, baunya, kan itu hasil buruan tidak higienis,” tutupnya.

 

 

 

 

(Sumber: Detik.com)

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]

Tinggalkan Balasan

SOROTAN