Bikin Geger, Peneliti Ungkap Kerajaaan Sriwijaya Selama ini Tidak Pernah Ada, Shilifoshi itu Hanya Pusat Peribadatan
Inilahjambi – Peneliti sejarah Via Dicky mengungkapkan, sebenarnya kerajaan Sriwijaya di Sumatera yang dikenal orang selama ini tidak pernah ada. Kata Sriwijaya yang disebut sebagai kerajaan diterjemahkan dari kata Shilifoshi. Dalam bahasa Tibet, Shilifoshi arti sebenarnya adalah pusat peribadatan.
Menurut dia, Sriwijaya baru disebut sebagai sebuah kerajaan pertama kali oleh sarjana Perancis, Prof George Coedes. Kata itu ditulisnya dalam penelitiannya antara tahun 1918-1930. Sejak itu, Sriwijaya dianggap menjadi bagian dari sejarah kerajaan di Sumatera.
Baca juga: Jenazah Mayor Jenderal Qasem Soleimani yang Dibom AS Dibawa ke Iran
“Profesor itu menerjemahkan kata Shilifoshi sebagai Sriwijaya. Kata Shilifoshi didapatnya dari catatan China yang ditulis Itsing pada abad-abad silam,” kata perempuan berhijab ini kepada inilahjambi, Minggu 31 Juli 2016.
Padahal, kata Via, secara etimologis, Shilifoshi yang dikisahkan Itsing bukanlah Sriwijaya yang dipahami oleh Coedes. “Shilifoshi sama dengan Sri Budha. Kata ‘Shili’ sama dengan Sri, ‘Foshi’ sama dengan Budha. Jadi maknanya adalah Sri Budha. Dalam berita Arab, negeri Sri Budha disebut sebagai Sri Buza. Ini cocok dengan berita Arab yang menyebut sebagai Sri Buza. Negeri Sri Buza,” katanya lagi.
Menurut dia, dalam folklor atau kisah rakyat Sumatera dan Jawa juga tidak ada satupun kisah yang menyebut sebuah kerajaan bernama Sriwijaya dimanapun. Terutama Sumatera. Yang ada hanyalah Kerajaan Malayu dengan istananya berada di Jambi.
“Pada Kisah Jawa mereka mengenal Syailendra. Dapuntha Syailendra yang diyakini berasal-usul dari Sumatera. Dan ada sebuah wilayah dengan nama Desa Jambi di Nganjuk. Dalam kisahnya mereka menyebut bahwa Tentara Melayu (bukan Sriwijaya) yang menyerang Jawa,” ujarnya.
Sementara itu, dalam Prasasti di berbagai wilayah, hanya dua Prasasti yang menulis kata Sriwijaya. Yakni Kedukan Bukit tahun 682 Masehi, dan Prasasti Ligor tahun 700an Masehi. Selebihnya menyebut Swarnabhumi, Swarnadvipa dan Bhumi Malayu.
Dikatakan Via, dalam wawancaranya dengan seorang Pandita Prabu di Tibet beberapa waktu lalu dikatakan, Sriwijaya itu bukan sebuah nama kerajaan. Di Tibet, kata pandita itu, setiap vihara mempunyai kebiasaan atau menjadi tradisi mereka mencatat sejarah atau menyimpan sejarah suatu kerajaan.
“Penamaan sebuah kerajaan dengan sebutan Shilifoshi (Sriwijaya) tidaklah diakui mereka. Shilifoshi merupakan sebuah pusat ibadah bukan kerajaan. Shili sama dengan Sri, Foshi sama dengan Budha. Foshi adalah tingkatan dalam Sangha. Dalam Sangha ada beberapa tingkatan dari yang paling dasar yakni: Fa shi, Sang Shi, Fo shi, Shi Zun,” paparnya.
Menurut Via, dirinya bersama peneliti lain Dr Ali Surakhman akan menuliskan penelitianya ini dalam sebuah jurnal.
Sriwijaya selama ini dikenal sebagai sebuah kerajaan di Sumatera yang memiliki kekuasaan luas. Hingga runtuh sekitar abad ke 13 akibat berbagai serangan pasukan kerajaan lain. Dalam waktu bersamaan sebenarnya juga berdiri sebuah kerajaan di Jambi, yakni Malayu. Peneliti ini menduga, Sriwijaya yang disebut selama ini adalah Malayu di Jambi.
“Intinya, jika ada kisah atau manuskrip kuno yang menyebut nama sebuah kerajaan dengan nama Sriwijaya, patut dipertanyakan kebenarannya. Apakah ia ditulis sebelum Coedes mengumumkan nama Sriwijaya sebelum tahun 1920 atau sesudahnya. Sebab sebelum tahun 1920 itu, belum ada lagi kisah-kisah tentang Kerajaan Sriwijaya,” pungkasnya.
(Nurul Fahmy)