Dalam Islam, “Masuk” dari Depan, Belakang, Samping, Atas Oke Saja, Asalkan…

DIRIWAYATKAN dari Ibn Umar radhiallahu anhu, bahwa ketika syariat Islam turun, masyarakat terdiri dari penyembah berhala, yahudi dan nashrani. Peristiwa hijrah membawa umat dari Mekah ke Madinah. Di Madinah kaum yahudi dinggap paling berilmu, mereka punya aturan tidak boleh menggauli istri, kecuali dengan satu cara. Sedangkan kaum Quraisy sudah biasa melakukannya dengan bervariasi.

Suatu ketika ada seorang muhajir menikah dengan kaum anshar dan mengajak bergaul suami istri secara variasi, sambil duduk, berdiri, dari belakang dan dari depan. Hal ini ditolak istrinya dan dianggap perbuatan munkar. Ditambah lagi karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan dalam posisi ijba atau tajbiyah.

Ijba adalah posisi hubungan dimana lelaki mendatangi farji perempuan dari arah belakang. Yang menjadi persoalan, para wanita Madinah itu pernah mendengar, “Dari Jabir diriwayatkan bahwa orang yahudi beranggapan, jika seseorang bergaul dengan istrinya dari arah belakang, maka anaknya akan juling. Ayat ini turun sebagai bantahan terhadap anggapan tersebut.” (HR. Al-Bukhari)

Kemudian perselisihan ini diadukan kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, maka turunlah ayat 223 Surah Al-Baqarah ini. Beliau menandaskan: “Silakan apakah dari belakang, berbaring, duduk, atau berdiri asalkan pada tempat lahirnya anak.” (HR. Abu Daud)

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala ayat 223 Surah Al-Baqarah: “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.”

Terkait dengan ayat 233 Surah Al-Baqarah, Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.

Muhammad Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam Aunul Mabud menambahkan, “Kata ladang (hartsun) yang disebut dalam Alquran menunjukkan, wanita boleh digauli dengan cara apapun: berbaring, berdiri atau duduk, dan menghadap atau membelakangi.”

Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan saksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudra kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta diberi tuntunan yang detil, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiaannya.

 

 

(Sumber inilah.com)

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:inilahjambi@gmail.com
SOROTAN