Pengawas TPS, Garda Utama Penegakan Hukum Pilkada 15 Februari 2017

Oleh Dony Yusra Pebrianto, SH., MH

Tanggal 15 Februari 2017 merupakan moment penting dalam penyelenggaraan demokrasi ssetidaknya bagi masyarakat 3 (tiga) Kabupaten dalam Provinsi Jambi yakni Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tebo, dan Kabupaten Sarolangun. Acap kali keberadaan Pengawas Tempat Pemungutan Suara terabaikan, mungkin kita lupa, ataupun tidak sadar jika Pengawas TPS adalah Garda Utama.

Pengawas Pemilu Kolektif Kolegial dan Berjenjang

Keberadaan pengawas pemilu dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang mana dalam hal ini setidaknya ada 2 (dua) point penting yang dapat dipahami sehubungan dengan kelembagaan pengawas pemilu, yakni sifatnya yang kolektif kolegial dan sifatnya yang berjenjang mulai dari Bawaslu RI hingga Pengawas Pemilu Lapangan (PPL).

Pada era Pilkada serentak pertama melalui Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 keberadaan Pengawas TPS diakomodir mengingat luasnya jangkauan locus dan focus pengawasan. Sifatnya yang berjenjang bisa dikatakan bahwa pengawas TPS merupakan struktur paling bawah dalam kerangka lembaga pengawas Pemilu.

Pengawas TPS, Garda Utama Penegakan Hukum Pilkada

Dalam suatu kesempatan dalam rangka rekrutmen Panwascam di salah satu Kabupaten Kota, Penulis pernah menyampaikan: “Pengawas Pemilu itu bagaikan Pohon, yang mana Pengawas TPS adalah akarnya. Sesungguhnya pohon itu tidak akan hidup jika akarnya layu”. Dalam hal ini Penulis ingin menyampaikan bahwa pengawas TPS sekalipun berada pada struktur terbawah, namun menjadi garda utama dalam pelaksanaan penegakan hukum pilkada.

Penegakan hukum pilkada yang Penulis maksudkan meliputi pengawasan dan penunjang electional law enforcement. Merujuk kepada teori Lawrence M Friedman sehubungan dengan aspek-aspek yang mempengaruhi penegakan hukum, ada beberapa kriteria setidaknya harus dipenuhi dengan baik dalam penegakan hukum, yakni legal substance, legal structure,dan legal culture. Hal tersebut (teori) tersebut perlu untuk dikorelasikan dengan keberadaan pengawas TPS hari ini.

Keberadaan Pengawas TPS kerap kali dianggap sepele, padahal jika dicermati lebih jauh justru keberadaan Pengawas TPS perlu mendapat perhatian khusus. Menurut Penulis ada beberapa peran vital Pengawas TPS yakni:

1. Pengawas TPS merupakan personil langsung yang berada di Tempat Pemungutan Suara di mana kecurangan dan kesalahan vital dan fatal justru banyak terjadi di TPS. Dengan kata lain Pengawas TPS merupakan subjek preventif langsung serta subjek langsung yang berhadapan dengan dugaan pelanggaran yang terjadi di tingkat TPS;
2. Validitas data perolehan suara secara riil berada di tanagan Pengawas TPS, hal ini dikarenakan Pengawas TPS menjadi subjek pengawasan yang menyaksikan langsung proses pemungutan dan penghitungan suara;
3. Dalam rangka penanganan laporan maupun temuan terhadap dugaan pelanggaran di TPS (laporan kdugaan kecurangan paling banyak pasca pungut hitung adalah dugaan manipulasi suara), Pengawas TPS memegang data dan fakta riil dalam menunjang penanganan laporan maupun temuan tersebut.

Namun dalam hal ini, ada beberapa point yang perlu dievaluasi dalam rangka dan kerangka peningkatan efektifitas pengawasa dengan berorientasi kepada peran dan fungsi Pengawas TPS antara lain:

1. Rekrutmen Pengawas TPS terkesan asal-asalan dengan mengenyampingkan kualitas dan integritas, justru mengedepankan kedekatan emosional dan kekeluargaan, miris…..
2. Pembekalan dan sosialisasi teknis anehnya hanya ditekankan kepada tingkatan struktur level atas belaka, justru Pengawas TPS hanya mendapatkan pembekalan dan sosialisasi asal jadi karena sifatnya yang mendesak dan tentunya tidak akan pernah optimal;
3. Instrument dan output pengawasan yang tidak terukur dan tidak memiliki kejelasan, sehingga terkadang keberadaan pengawas TPS hanya sebatas menjaga legitimasi pelaksanaan Pilkada belaka, tanpa menekankan kepada outpun riil pengawasan. Kalaupun selama ini terdapat instrument pengawasan, harus diakui faktanya output dalam instrument tersebut terkadang kali hanya lembaran kertas asal jadi belaka;
4. Kesejahteraan yang tidak terpenuhi menjadi masalah sehingga proses transaksional politik kotor sangat mudah merasuki karena honorarium yang diterima terlalu minim.

Tapi tidaklah etis jika suatu kritikan tanpa masukan. Oleh karena itu perlu beberapa konsep pembaruan dalam memposisikan Pengawas TPS sebagai Garda Utama Penegakan hukum, yakni:

1. Orientasi rekrutmen Pengawas TPS harus berorientasi kepada kapasitas, kualitas, dan latar belakang pendidikan yang mumpuni dalam menciptakan pengawas TPS yang berkualitas dan berintegritas;
2. Penekanan pembekalan kesiapan pengawas TPS secara maksimal dalam rangka menunjang penegakan hukum secara preventif maupun represif.

Pesan urgent kepada Pengawas TPS dalam beberapa Jam Ke Depan

Output paling penting pengawas TPS adalah instrument dan output pengawas TPS. Maka dalam hal ini dalam beberapa waktu kritis ke depan, perlu pesan mendesak terkait mengenai kewajiban terhadap Pengawas TPS yang perlu dilakukan oleh Panwaslu Kabupaten yakni instruksi terhadap kewajiban instrument pengawasan bagi pengawas TPS sehubungan dengan data yang wajib diketahui Panwaslu Kabupaten pasca pungut hitung secara langsung demi terdatanya data awal hasil pungut hitung yang berkualitas.

Pengawasan bukanlah sekedar ceremonial, demokrasi ini tidak butuh retorika dan sebatas dokumentasi, demokrasi butuh AKSI.

 

 

 

 

*Penulis adalah Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Jambi, Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi PW Pemuda Muhammadiyah Provinsi Jambi

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]

Tinggalkan Balasan

SOROTAN