Putusan Mahkamah Agung, Legalitas Pengurus Golkar Versi Agung Laksono Dinyatakan Batal
Inilahjambi, JAKARTA – Ketua Umum Partai Golongan Karya versi Musyawarah Nasional Jakarta, Agung Laksono, mengaku menerima putusan kasasi terkait dengan surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sikap itu membuatnya menolak opsi mekanisme hukum peninjauan kembali (PK). “Kasasi memang diperbolehkan, tapi kita jalankan saja putusan itu,” katanya di kantor Dewan Pimpinan Pusat Golkar, Slipi, Selasa, 27 Oktober 2015. seperti dilansir Tempo.
Putusan Mahkamah Agung mengembalikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatan pengurus DPP hasil Musyawarah Nasional Bali, yang digelar kubu Aburizal Bakrie, terkait dengan surat keputusan Menkumham. Dengan keputusan tersebut, legalitas bagi kepengurusan hasil Munas Jakarta dinyatakan batal.
Agung menjelaskan, pihaknya menyerahkan mekanisme hukum terhadap Menkumham selaku tergugat. Upaya yang akan ditempuh kepengurusannya hanyalah mendorong mekanisme rekonsiliasi bagi kedua kepengurusan. “Kami ini cuma second line (lapis kedua), front line adalah Menkumham. Jadi, kalau ada upaya hukum lanjutan, itu tergantung Menkumham,” ucapnya.
Menurut Agung, putusan kasasi tak secara eksplisit menyatakan keharusan Menkumham menerbitkan SK bagi kepengurusan hasil Munas Bali. Sebab, putusan itu hanya membatalkan SK kepengurusannya dan mewajibkan Menkumham mencabut SK kepengurusannya. “Putusan kasasi tidak mengabulkan gugatan Munas Bali untuk disahkan,” ujar Agung.
Agung menuturkan upaya penyatuan partai lewat mekanisme rekonsiliasi sudah dibicarakan dengan para sesepuh, seperti Jusuf Kalla, BJ. Habibie, dan Akbar Tanjung. Menurut dia, tokoh senior Partai Golkar itu menyambut baik wacana tersebut dan mendorong kedua kubu segera bertemu. “Kita harapkan secepatnya. Yang jelas, tidak emosional dan mempertimbangkan segala aspek,” ucapnya.
Wakil Ketua DPP Golkar kubu Agung Laksono, Prio Budi Santoso, mengatakan mekanisme rekonsiliasi merupakan opsi terbaik bagi kedua kubu. Dualisme kepengurusan yang terus berkepanjangan dikhawatirkan bakal meninggalkan catatan hitam dalam sejarah perjalanan Golkar. Ia berharap kedua kubu bersedia menyepakati mekanisme munas dalam waktu dekat. “Yang ideal adalah setelah pilkada,” ujarnya.
(BUDHIONO)