Musri Nauli: Istilah ‘Jambi Kota Seberang’ Tidak Memenuhi Hukum Berbahasa Indonesia

Inilahjambi, KOTA JAMBI – Istilah baru yang muncul di Menara Gentala Arasy dari neon box dengan kata ‘Jambi Kota Seberang’ dinilai tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam hukum Diterangkan Menerangkan (DM).

Istilah baru itu muncul menggantikan nama lama ‘Jambi Seberang’ atau ‘Seberang Kota Jambi’ (Sekoja) untuk menyebut kawasan yang berada di seberang Sungai Batanghari, yang termasuk dalam administrasi Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi.

Penulis, aktivis lingkungan (Direktur Walhi), sekaligus advokat senior, Musri Nauli, mengaku, heran dengan istilah itu. Dia bahkan membahas soal itu dengan istrinya, hanya untuk memperjelas maksud kata tersebut.

Berita terkait:

“Saya berdiskusi dengan istri untuk membahas istilah itu. Kami sampai harus buat 3 kata untuk istilah itu sebagai rekonstruksi (kata),” kata Musri melalui percakapan di media sosial kepada inilahjambi, Senin 28 Desember 2015.

Musri Nauli dalam opininya di sebuah media massa, menuliskan, dalam terminologi bahasa Indonesia, kata ‘Jambi Kota Seberang’ menimbulkan makna yang berbeda dengan “Seberang Kota Jambi”.

Jambi sebrnag

Dalam hukum D-M (diterangkan dan menerangkan), yang merupakan hukum susunan dua kata atau lebih dalam bahasa Indonesia, kata yang terletak di depan adalah kata yang diterangkan (D), dan kata yang belakangnya adalah kata yang menerangkan (M).

“Hukum ini pertama kali dikemukakan oleh Sutan Takdir Alisyahbana, seorang ahli bahasa Indonesia.” lanjut dia lagi.

Sebagai contoh, Musri menyebutkan kata ‘anak sulung: anak (D)- sulung (M), berlaku hukum D-M. Bank Asia Sentral: Bank (D)-Asia Sentral(M), berlaku hukum D-M. Hukum D-M berbeda dengan penggunaan makna dari Inggris maupun Belanda yang menggunakan M-D. Seperti Jambi Town square (Inggris), Jambi (M), Town square (D). Atau Rechtvacuum (Belanda), Recht (hokum /M), vacuum (D) berlaku M-D.

Menurut dia, dalam prakteknya, sudah jamak bahasa Indonesia mengalamai penambahan kata dari berbagai serapan bahasa asing. Namun yang menjadi keliru ketika serapan kemudian berubah makna arti.

“Kata serapan Prime Minister tidak tepat diterjemahkan menjadi Perdana Menteri. Kata yang tepat adalah Menteri Utama,” tambahnya.

Maka apabila kita menggunakan hukum D-M, maka ‘Jambi Kota Seberang’ dapat ditafsirkan “Jambi (D), Kota Seberang (M). Lalu dengan menggunakan rumus D-M, maka apa makna dari Kota Seberang Jambi? Apakah akan menerangkan tentang kota-kota di Seberang Kota Jambi? tanya dia.

Tentu saja, apabila maksudnya adalah ‘kota-kota’ di Seberang Jambi, maka ini juga tidak tepat, sebab jumlah warga dan adminitrasi kelurahan serta kecamatan di sana belum memenuhi kriteria dan persyaratan untuk dapat disebut sebagai sebuah kota.

“Jelas tidak tepat dan tidak relevan dengan maksud dari sang penutur “Kota-kota” di seberang Jambi. Sehingga maksud sang penutur “kota-kota” di seberang” Jambi menjadi keliru dan salah tangkap dari rumus D-M,” ujarnya.

Lalu apakah dengan penggunaan maksud dari sang penutur “Jambi Kota Seberang” akan mengangkat derajat dan menghilangkan diskriminasi kota kepada komunitas masyarakat Melayu Jambi?

“Dari maksud inipun menjadi tidak relevan dan menjadi ambigu dan menimbulkan tafsiran yang semakin jauh dari maksud baik dari sang penutur. Makna “Jambi Kota seberang” bisa juga ditafsirkan di kota seberang terdapat kota Jambi. Lalu siapa yang berada di Seberang? Apakah di Kecamatan Pelayangan/Kecamatan Danau Teluk? Siapa yang berhak menentukan posisi (standing position),” bahasnya.

Padahal sebagai sebuah ungkapan “Seberang Kota Jambi”, lebih tepat dalam rumus D-M. Makna ‘seberang Kota Jambi’ adalah di seberang Kota Jambi terdapat komunitas masyarakat Melayu Jambi.

Seberang itu unik dan memiliki nilainya sendiri. Hampir di setiap sendi kehidupan masyarakatnya, tradisi dan nilai-nilai keagamaan masih berjalan dan selaras.

“Pengajian, menghapal Alqur-an, yassinan, tadarusan, barzanji maupun syiar Islam masih kuat dan tetap mengakar di sana. Bahkan setiap pria yang mau menikah harus tes membaca Alquran disaksikan khayalak ramai. Ini sebuah tradisi yang sebenarnya hampir hilang di tengah masyarakat Jambi, namun masih ada di Seberang. Itu yang harus dijaga,” pungkas Musri.

 

(Nurul Fahmy)

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN