Ternyata, Tak Ada Sanksi Pidana Bagi Politik Uang

Inilahjambi, JAKARTA – Dalam setiap gelaran Pilkada, tidak dipungkiri hampir semua calon yang ingin menjadi pemimpin daerah akan memberi imbalan atau menyogok bagi orang atau warga yang memilihnya. Segala usaha dan upaya dilakukan.

Tentu saja politik uang, seperti menyogok, memberikan imbalan, dan membeli suara, dilarang. Ini tegas disebutkan dalam UU No. 8/2015 yang menjadi dasar bagi Pilkada 2015 ini.

Tetapi, berbeda dengan pelanggaran-pelanggaran ketetentuan lain yang ditetapkan sanksi pidananya oleh UU ini, tak ada ketentuan tentang sanksi pagi pelanggaran ketentuan tentang politik uang.
Jadi kalaupun ada yang tertangkap basah membagikan uang, menyuap, dan sebagainya, tidak ada ketentuan tentang hukuman bagi para pelaku itu.

Peluang yang tersisa untuk menghukum pelaku politik uang addalah pidana dengan KUHP.
“Tetapi prosesnya jauh lebih lama, dan tak dibatasi tenggat waktu,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokras Perludem, Titi Anggraini,seperti dikutip BBC Indoensia.com

Belum lagi proses banding, kasasi dan sebagainya sehingga bisa jadi seorang pelaku politik uang yang terpilih sebagai kepala daerah bisa menuntaskan lima tahun masa jabatannya dan proses hukumnya masih terus berlanjut karena belum juga memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Titi menyebut absennya sanksi pidana untuk politik uang di UU itu bisa jadi merupakan kelalaian karena UU itu dibuat tergesa-gesa namun bisa juga disengaja.
(BUDHIONO)

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN