Duh Parah, Niat JK Evaluasi KPK Karena Dianggap Terlalu Banyak Tangkap Orang
Inilahjambi, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan mengevaluasi kabinet akan dilakukan secara menyeluruh, baik di bidang ekonomi maupun hukum. Tak hanya kabinet, lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi pun akan dievaluasi.
“(Reshuffle) tergantung evaluasi untuk performance kabinet ke depan, tentu waktu evaluasi setahun-setahun,” kata Kalla di kantornya, Jakarta, 20 Oktober 2015.
Menurut Kalla, KPK termasuk perlu dievaluasi. “ Tidak ada suatu lembaga di dunia yang begitu banyak menangkap orang. Jadi, cukup keras tindakan KPK selama ini.”
Sebelumnya, Jusuf Kalla yakin kualitas pejabat di Indonesia semakin baik dengan banyaknya pejabat negara dan daerah yang ditangkap akibat kasus korupsi. Meskipun, kata dia, hal tersebut tak serta-merta menghilangkan praktek korupsi.
“Bahwa masih ada, itu iya. Namun, kalau dibandingkan tatkala zaman 10-20 tahun lalu pasti lebih baik,” ujar Kalla di kantornya, Jumat, 16 Oktober 2015.
Umur pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla hampir setahun. Pemerintahan ini sempat diwarnai ketegangan antara Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Kalla, di negara sebesar Indonesia ini, wajar apabila ada pejabat yang kurang baik dan perlu ditertibkan.
“Tak ada negara di dunia ini yang seratus persen bebas dari kasus-kasus hukum,” ujar dia. Namun, Kalla memastikan kondisi hukum di Indonesia saat ini mengalami perbaikan. “Lihat 15 tahun terakhir pasti berkurang, jangan lihat negatifnya saja,” ujar dia.
Menjelang setahun pemerintahan, Kalla berharap pertumbuhan ekonomi semakin meningkat ditompang dengan pertumbuhan industri dan kemudahan mencari pekerjaan. “Pertumbuhan lebih baik, lapangan lebih baik, industri lebih banyak dan Infrastruktur lebih banyak,” ujarnya.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran sebelumnya menilai pemerintahan kabinet kerja mendapat rapor merah dalam hal anggaran. Nilai merah pertama terkait dengan pengelolaan BUMN.
Menurut Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto, hal ini akibat suntikan dana Rp 68 triliun kepada BUMN yang secara tiba-tiba. Tanpa ada regulasi penyertaan modal, perlindungan laba yang ditahan, serta dividen yang disetor, Fitra menilai, ini potret bahwa Kementerian BUMN tidak membangun pengelolaan secara baik.
Poin merah berikutnya perihal konsistensi pemerintah dalam mandatory spending, terutama segi kesehatan.
Menurut Fitra, dalam APBN 2015, alokasi kesehatan masih sekitar 3,1 persen dari yang seharusnya 5 persen.Juga terkait dengan kedaulatan pangan yang hanya mendapat anggaran sekitar Rp 1 triliun. Dalam kedaulatan pangan, banyak faktor di mana negara harus memfasilitasi.
Kinerja penegak hukum selama satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla dinilai masih jauh dari harapan.
Lebih dari separuh masyarakat, menurut survei yang digelar Indo Barometer akhir September lalu, menyatakan tak puas atas kinerja lembaga penegak hukum, terutama kejaksaan dan kepolisian.
“Faktornya antara lain rekam jejak serta kinerja Kejaksaan dan Polri yang menurut masyarakat kurang maksimal,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer Mohammad Qodari saat dihubungi kemarin.
“Ini merupakan persepsi dari masyarakat yang menginginkan penegakan hukum dijalankan.”
Berdasarkan survei, hanya 44,8 persen responden yang menyatakan puas atas kinerja kepolisian. Angka lebih jeblok ditunjukkan kejaksaan, 37,7 persen.
Sedangkan angka kepuasan terhadap lembaga kehakiman adalah 40,7 persen. Sebaliknya, responden justru puas atas kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi, yang mencapai 68,2 persen.
Survei dilakukan terhadap 1.200 responden di 34 provinsi pada 14-22 September. Margin of error sebesar ± 3,0 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Qodari menyatakan Presiden Joko Widodo harus mereformasi kejaksaan dan kepolisian sebagai dua lembaga penegak hukum yang diamanatkan konstitusi di bawah kekuasaannya.
“Jadi Presiden harus memperbaiki kinerja Polri dan kejaksaan,” ucapnya.
“Tentunya Presiden juga harus memperkuat kedudukan KPK.”
(Olivia Admira)
Sumber: Tempo