Mengapa Banyak Media Massa Terkontaminasi Politik? Ini Kata Dewan Pers
Inilahjambi, JAKARTA – Anggota Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo, mengatakan situasi media massa di Indonesia saat ini telah banyak terkontaminasi oleh situasi politik dan kepentingan pemilik media.
“Hampir semua siaran tampak terkontaminasi politik tinggi, terutama televisi berita,” ucap Stanley saat ditemui di gedung Dewan Pers, Rabu, 20 Januari 2016, seperti dikutip dari TEMPO.CO.
Stanley juga mengatakan, akibat kejadian itu, banyak sekali acara-acara di televisi, misalnya, yang menyajikan fakta yang berbeda satu sama lain. Modusnya adalah dengan pemilihan angle dan narasumber. “Fakta bisa berbeda 180 derajat dalam beberapa acara,” ujarnya.
Stanley menjelaskan, fenomena ini berawal pada adanya pemilik media yang membentuk partai politik atau sebaliknya, yaitu orang dari partai politik yang memiliki media. “Media loyal mencitrakan pemiliknya,” tuturnya.
Menurut Stanley, karena hal itu pula, banyak partai politik melirik para pemilik media untuk diajak bergabung. Alasannya, mereka ingin mempengaruhi opini publik menggunakan media. “Jadi jangan kaget juga lihat politikus masuk sinetron.”
Stanley juga menegaskan, dibutuhkan ketegasan dari pemimpin redaksi masing-masing media untuk mencegah hal itu. Namun celakanya, kata Stanley, banyak pemimpin redaksi yang mendukung intervensi oleh pemilik media.
Stanley mengaku sering berkata kepada para pemimpin redaksi yang medianya ia anggap telah terkontaminasi kepentingan politik agar bisa mencegah. Sebab, ia menganggap para pemilik media itu kebanyakan adalah orang baru di dunia media.
“Harus bisa megang independency policy newsroom. Kalau masuk iklan, silakan. Kalau angle redaksi, enggak bisa diatur,” ucapnya. Terutama soal penggunaan frekuensi publik untuk kepentingan pemilik media. “Frekuensi publik jelas enggak boleh. Kalau kabel, enggak apa-apa.”
Menurut Stanley, dibutuhkan satu regulasi yang dirancang oleh komunitas pers, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, dan para pemilik media tentang bagaimana hal ini dapat diatur. “Harus duduk bersama. Bentuknya nanti undang-undang, yang nantinya mengikat semua, termasuk pengawasan.”