Sekilas Potret Social Movement, Dari Tokoh 212, Samanhudi Sampai Rizal Ramli


OLEH: ARIEF GUNAWAN

GURU utama sejarawan Indonesia Profesor Sartono Kartodirdjo pelopor historiografi modern Indonesia menekankan pentingnya penulisan sejarah dengan mengedepankan peran orang-orang dari kalangan masyarakat biasa, seperti petani, ulama, guru, aktivis, mahasiswa, sebagai pelaku-pelaku utama dalam perjalanan sejarah.

Menurut Sartono, visi Indonesiasentrisme perlu diterapkan untuk menggantikan visi Eropasentrisme yang sebelumnya telah menguasai historiografi pada masa kolonial, yang cenderung lebih menempatkan orang Eropa sebagai pelaku utama dalam sejarah Indonesia.

Aksi super damai 4 November dan 2 Desember yang didukung oleh jutaan umat juga telah melahirkan tokoh-tokoh dari kalangan biasa (bukan dari kalangan elit) seperti Ustadz Bachtiar Nasir, Habib Rizieq Shihab, Zainut Tauhid Sa’adi dan sejumlah alim ulama lainnya yang juga berperan besar.

Tokoh-tokoh ini boleh dibilang jauh dari gemerlap sorot kamera dan pencitraan. Berperan penting selain menjadi mediator umat dengan aparat, bahkan dengan presiden, tokoh-tokoh ini berjasa dalam mewujudkan aksi berjalan superdamai hingga mengundang kagum berbagai kalangan.

Di awal abad 20 negeri ini juga punya tokoh serupa, orang biasa yang memiliki daya kharisma tinggi, yaitu Haji Samanhudi pendiri Syarikat Dagang Islam (1905) yang kemudian menjadi Syarikat Islam.

Ulama lokal yang juga praktisi ekonomi pada masanya ini, mula-mula mendirikan organisasi tersebut sebagai perkumpulan pedagang batik untuk menentang politik Belanda yang memberi keleluasaan masuknya pedagang asing dan aseng dalam menguasai perekonomian rakyat.

Haji Samanhudi adalah pemimpin social movement yang memiliki simpatisan yang tersebar di Jawa. Gerakannya dalam melawan ketidakadilan ekonomi terhadap golongan pribumi yang dilakukan asing dan aseng sudah banyak tercatat dalam literatur sejarah.

Cokroaminoto memperluas spektrum Syarikat Islam dari yang hanya mencakup masalah ekonomi dan sosial ke arah politik dan agama. Cokro yang intelektual dan juga pemimpin social movement menempatkan Syarikat Islam menyumbang kepada semangat perjuangan Islam dalam melawan imperialisme dan kolonialisme. Seperti diketahui, dia kemudian jadi sokoguru bagi sejumlah tokoh seperti Sukarno.

Social movement di negeri ini juga punya tokoh yang oleh penjajah Belanda dijuluki De Stakingskoning alias Si Raja Mogok. Abang kandung Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) tokoh pendidikan nasional dan pendiri Taman Siswa ini adalah Suryopranoto pemimpin social movement berbagai aksi mogok buruh (terutama buruh kereta api) di Jawa, yang juga anggota Syarikat Islam. Dua bersaudara ningrat keraton Jogja ini adalah penerobos dan pendobrak.
Terakhir, 1935, Suryopranoto yang langganan masuk-keluar bui, mendekam di Penjara Sukamiskin, Bandung karena perlawanannya yang tak pernah surut terhadap ketidakadilan.

Pasca kemerdekaan setidaknya ada empat social movement penting. Ke empat gerakan ini dimotori oleh mahasiswa. Masing-masing memiliki perbedaan latar belakang kepentingan politik.

1). Social Movement Tahun 1965:
Dilatarbelakangi oleh konflik politik para elit/partai-partai di sekitar Sukarno, pertentangan ideologi blok dunia, Amerika, Soviet, dan RRT, juga oleh konflik para elit militer. Targetnya menggulingkan Sukarno dan mengganti dengan rezim baru. Tokoh-tokoh mahasiswa gerakan ini antara lain Akbar Tandjung, Fahmi Idris, Abdul Gafur, Soe Hok Gie, dan beberapa lainnya. Sebagian jadi menteri pada rezim baru Soeharto.

2). Social Movement Tahun 1974:
Disebut Malapetaka 15 Januari (Malari). Isu utamanya menolak produk-produk Jepang, namun dilatarbelakangi oleh rivalitas para jenderalnya Soeharto: Ali Moertopo, Soemitro, Panggabean. Tokoh sentral mahasiswanya, Hariman Siregar. Tujuan gerakan ini bukan untuk menjatuhkan Soeharto.

3). Social Movement Tahun 1978:
Gerakan koreksi keras terhadap Soeharto. Tidak ada latar belakang pertentangan elit sipil dan militer di balik gerakan ini. Tapi murni gerakan kesadaran mahasiswa. Tuntutannya selain menyuarakan anti korupsi, mendesak Soeharto supaya melaksanakan program wajib belajar, saat itu ada sekitar delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan.

Gerakan ini bisa juga dibilang cultural movement karena antara lain melibatkan partisipasi seniman dan budayawan seperti WS Rendra dan Sjumandjaja, dengan karya monumental Sajak Sebatang Lisong dan film Yang Muda Yang Bercinta.

Ciri fasisme Orde Baru diperlihatkan dengan menduduki ITB selama berbulan-bulan. Tokoh Nasional Dr Rizal Ramli pimpinan gerakan ini adalah orang yang paling dicari Soeharto, yang kemudian mengirimnya ke Sukamiskin, tempat yang sama dimana Suryopranoto dan Sukarno pernah dipenjara…

Barangkali karena sudah jalannya sejarah, kalau aksi superdamai adalah menuntut supaya Ahok penista agama diadili, Rizal Ramli saat jadi Menko Maritim dan Sumber Daya adalah tokoh terdepan yang menolak reklamasi Ahok terhadap Pantai Utara Jakarta.

Seperti diketahui, akibat keberpihakan kepada rakyat dan juga nelayan korban reklamasi tokoh nasional Rizal Ramli dizolimi dengan digusur (di-reshuffle) dari kabinet. Sebelas bulan jadi Menko banyak legacy Rizal Ramli yang bermanfaat buat bangsa dan negara, yang diam-diam (mungkin malu-malu kucing) legacy-legacy itu masih dijalankan oleh pemerintah saat ini.

Sebagai muslim, Rizal Ramli sendiri ikhlas, tawadhu, dan istiqomah, dia yakin pembelaannya terhadap masyarakat lemah merupakan ibadah sosial… Habib Rizieq Shihab dalam sebuah rekaman youtube yang beredar luas di masyarakat, baru-baru ini, menyebut Rizal Ramli punya nasionalisme dan semangat kebangsaan tinggi. Cerdas, rajin, bagus, berani. Karena memprotes reklamasi pantai Jakarta dan pulau reklamasi Rizal Ramli diberhentikan dari kabinet, bukan Ahok yang digusur…

Demikianlah ironi kekuasaan hari ini yang katanya mau mewujudkan Tri Sakti, Nawa Cita, dan Revolusi Mental, yang rupa-rupanya hanya jargon dan bumbu-bumbu penyedap rasa belaka.

Kembali ke social movement. Yang keempat adalah Social Movement Tahun 1998. Insya Allah kisahnya akan berlanjut dalam tulisan berikutnya…

Mengakhiri tulisan ini bolehlah saya kutip sebuah ungkapan sebagai penutup: Every social movement generates its own character”, setiap gerakan sosial melahirkan tokohnya sendiri…

 

 

*Penulis adalah wartawan senior Harian Rakyat Merdeka

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]

Tinggalkan Balasan

SOROTAN