Setelah Haris, Hutan Harapan Dapat Tambahan Tiga Gajah Lagi..

Proses pelepasan gajah di Hutan Harapan, Sabtu 6 Oktober 2018/dok Hutan Harapan

BERITA JAMBI TERKINI

Setelah Haris, Hutan Harapan Dapat Tambahan Tiga Gajah Lagi..

Baca juga:

Manajemen Hutan Harapan melalui siaran pers yang diterima Inilahjambi, Sabtu 6 Oktober 2018,  berharap tiga ekor gajah yang selama ini hidup terancam di berbagai lokasi karena kehilangan habitat itu akan aman menetap di Hutan Harapan.

Pemindahan tiga ekor gajah ini dilakukan bertahap. Tahap pertama, pada Jumat 5 Oktober 2018 malam sampai Sabtu 6 Oktober 2018 dinihari, seekor gajah jantan liar telah ditranslokasi dari Tebo ke areal Hutan Harapan Dusun Ninggal Benih di Kecamatan Mandiangin, Sarolangun.

Translokasi melibatkan tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, sejumlah NGO, KPH, KPHP, Polres Sarolangun, Kodim 0420 Sarko, sejumlah dokter hewan, dan tim satwa Hutan Harapan sendiri.

Sebelum dilepasliarkan ke Hutan Harapan, gajah berusia antara 24-26 tahun dengan berat 4,2 ton itu dipasangi GPS collar untuk memudahkan pemantauan selanjutnya.

Tiga ekor gajah jinak dari PLG Minas, Riau, dimanfaatkan untuk menggiring gajah dewasa ini masuk ke dalam kawasan hutan. Lokasi pelepasliaran sekitar 135 meter dari pos pengaman Hutan Harapan di hulu Sungai Kapas.

Setelah pelepasan pada Sabtu, tim kembali ke Tebo untuk mengamankan seekor gajah betina bernama Karina dan seekor gajah jantan lainnya yang hidup di lanskap Bukit Tigapuluh.

Diketahui, dari sekitar 140 individu gajah di lanskap Bukit Tigapuluh, empat ekor jantan memasuki masa dispersal. Dua di antaranya, plus seekor betina, ditranslokasi ke lanskap Hutan Harapan.

Head of Ecosystem Management Division Hutan Harapan Yusup Cahyadin menyebutkan, selain PT Reki, penyelamatan dan pelepasliaran gajah ini juga harus didukung oleh manajemen PT Alam Lestari Nusantara (ALN) dan PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) yang arealnya masuk dalam home range gajah Sumatera dalam lanskap Hutan Harapan. Selain itu, tentu saja perlu dukungan pemerintah daerah dan BKSDA.

“Agar penyelamatan dan pelepas liaran sukses ini para pihak perlu ikut memantau dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan memberikan solusi jika terjadi konflik manusia dengan gajah. Areal yang masih berhutan atau belukar yang dipakai wilayah gajah sebaiknya tidak diubah menjadi hutan tanaman atau tanaman pertanian,” jelas Yusup.

Menurutnya, jika para pihak di lanskap Hutan Harapan dapat bekerja sama dan berperan aktif dalam konservasi gajah, kedepan gajah yang dilepas dapat hidup dan berkembang biak.

“Jika ini terjadi maka lanskap Hutan Harapan dapat menjadi salah satu kantong habitat gajah di Sumatera,” tambah Yusup.

Yusup menyebutkan, kondisi sebagian areal jelajah gajah yang berupa hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan adalah tantangan pengamanan gajah di lanskap Hutan Harapan.

“Karena itu, jika berkenan perusahaan-perusahaan HTI dan perkebunan tetangga sebaiknya merelakan sebagian arealnya untuk dihutankan kembali menjadi habitat gajah. Ini akan sangat bermanfaat dalam konservasi gajah,” tambahnya.

Selain itu, jika terjadi konflik gajah dan manusia, para pihak terkait tersebut perlu secara bersama mencari solusi yang arif dan menguntungkan kedua belah pihak –baik petani maupun gajah.

“Peran aktif pemerintah daerah dan BKSDA dan Kementerian LHK sangat diperlukan untuk menggandeng para pihak agar mau secara bersama menyelamatkan gajah dan melindungi masyarakat,” tegas Yusup.

Pengalaman dari Gajah Haris

Environment, Research and Development Manager Hutan Harapan Elva Gemita mengatakan, belajar dari gajah Haris, tidak mudah menangani kegiatan pasca translokasi di Hutan Harapan.

“Sebab, gajah Haris ini remaja ‘nakal’ dan sudah berkali-kali berkonflik sebelum dipindah ke lanskap Hutan Harapan,” ujar Elva.

Elva menjelaskan, Haris sebelumnya merupakan salah satu yang berkonflik dengan manusia di lanskap Bukit Tigapuluh, perbatasan Jambi-Riau. Lanskap ini merupakan habitat gajah Sumatera yang terus berkurang karena tekanan deforestasi. Alih fungsi hutan yang semula wilayah jelajah gajah menjadi kebun dan pemukiman menyebabkan pertemuan antara manusia dan gajah semakin sering dan konflik tidak terelakkan.

Menurut Elva, translokasi dinyatakan berhasil apabila satwa yang dipindahkan mampu bertahan hidup dan berkembang biak di lokasi barunya. Kebanyakan translokasi gagal karena satwanya kembali ke habitat asal atau mati di lokasi baru.

“Karena itu, pemantauan pasca translokasi sangat penting,” jelas Elva.

Pasca translokasi, Tim Fauna Hutan Harapan dibantu BKSDA Provinsi Jambi dan NGO memantau proses pembauran Haris dengan Jenny. GPS collar dipasang di leher keduanya. Setiap pergerakan Haris dan Jenny terpantau terus-menerus karena GPS collar mengirim titik koordinatposisi mereka secara akurat ke aplikasi di komputer tim pemantau. Pemantauan serupa akan dilakukan terhaap gajah-gajah yang baru ditranslokasi ini.

Wilayah jelajah (homerange) kelompok gajah Sumatera di lanskap Hutan Harapan mencakup areal 29.840 ha atau setara 298 kilometer persegi, dimana44 persennya berada di areal PT Reki. Sedangkan 56 persennya berada diareal PT Alam Lestari Nusantara (ALN) dan PT Samhutani di Desa Sepintun Kecamatan Mandiangin serta PT Agronusa Alam Sejahtera (AAS) di Desa Pemusiran, Kecamatan Pauh. Semuanya masuk wilayah administrasi Kabupaten Sarolangun.

Dengan analisis Kernel Density selanjutnya diketahui intensitas tertinggi keberadaan kelompok gajah di luar Hutan Harapan karena gajah berorientasi kepada makanan.

Sumber daya pakan lebih banyak di luar kawasan Hutan Harapan, yakni berupa kebun karet dan sawit muda. Hutan Harapan menjadi tempat berlindung. Sejak September 2017, konflik gajah dan manusia meningkat di areal yang menjadi home range gajah Sumatera di lanskap Hutan Harapan itu.

 

 

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]
SOROTAN