Aktivitas PT Restorasi Ekosistem (REKI) di Jambi Dinilai Tertutup
Inilahjambi, KOTA JAMBI – Aktivitas PT Restorasi Ekosistem (REKI) di Jambi dinilai tertutup. Perusahaan ini disebut tidak pernah berkoordinasi dengan pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten.
Pernyataan itu diungkap staf Kesbangpol Provinsi Jambi, Fiet Haryadi, dalam konsultasi publik yang diselenggarakan oleh REKI, Rabu, 2 Desember 2015 di Hotel Novita.
Padahal, REKI adalah satu-satunya perusahaan restorasi ekosistem pertama di Indonesia yang berlokasi di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Mereka mengelola seratus ribu lebih lahan konsensi dari pemerintah.
Aktivitas utama perusahaan yang dimotori tiga LSM, yakni Burung Indonesia, Bird Life Internasional, dan RSPB ini adalah upaya mengembalikan ekosistem yang rusak di daerah tersebut.
Dalam praktiknya, perusahaan ini juga banyak mendatangkan peneliti asing untuk mengkaji unsur tanah, pohon, serangga, sosial dan budaya masyarakat setempat.
Menurut Fiet, sejauh ini, banyak hal yang tidak diketahui pemerintah terkait aktivitas perusahaan ini.
REKI, kata dia, memang jarang memberikan laporan kegiatannya kepada pemerintah, baik itu di tingkat kabupaten maupun provinsi.
Apalagi di kawasan REKI banyak masyarakat, seperti Suku Anak Dalam, Bathin Sembilan, anggota ormas, organisasi tani, dan sebagainya.
Keberadaan kelompok-kelompok masyarakat dalam satu kawasan seperti ini dinilai memiliki akar konflik. Sehingga perlu dikoordinasikan dengan pemerintah daerah. Sehingga potensi tersbeut dapat diminimalisir.
“Jangan nanti ketika meletus konflik baru kita sibuk dan saling menyalahkan” kata Fiet.
REKI, ujar Fiet, harusnya bekoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan provinsi. Mereka harus menyampaikan laporan secara terbuka baik kegiatan ataupun rencananya.
“Supaya sama-sama jelas dan bisa merumuskan kebijakan macam apa yang harus dilakukan sebagai antisipasi dan jalan keluarnya,” ujarnya menambahkan.
Peserta lain, Ipang dari organisasi AGRA, bahkan mengatakan, REKI selama ini masih terkesan menggunakan pendekatan bisnis to bisnis. Sehingga belum ada kepastian kebijakan terhadap kehidupan masyarakat adat yang sudah turun temurun hidup di wilayah ini.
Presiden Direktur PT REKI, Effendi A.Sumardja, mengaku pihaknya selama ini justru bingung, hendak berkoordinasi dengan siapa. Sebab selama ini jalur koordinasi selalu tertutup bagi pihaknya.
“Semoga kami tidak bingung mau masuk dari pintu yang mana, karena selama ini pintu yang ada terkesan tertutup bagi kami,” kata dia.
Effendi akhirnya mengintruksikan karyawannya agar meningkatkan kordinasi dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait, agar makin jelas posisi perusahaan tersebut di mata para publik.
(Laporan Willy Azan, Aktivis Lingkungan)