Selain Zumi Zola, Ini Dua Tersangka Korupsi yang Statusnya ‘Digantung’ KPK

Foto: Kolase RJ Lino, Zumi Zola, Hadi Poernomo/Inilahjambi

Inilahjambi – Meski telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi sejumlah proyek di Jambi oleh KPK pada 4 Februari 2018 lalu, namun kasus Gubernur Jambi Zumi Zola belum menunjukkan perkembangan yang siginifikan.

Belakangan, KPK menuai kritik dari Indonesian Corruption Watch (ICW) karena membuka kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Jambi dengan menghadirkan Zumi Zola pada 19 Maret 2018.

Terhitung hingga 21 Maret 2018, sudah 45 hari Zola menyandang status tersangka. Dalam pada itu, Zumi Zola tetap leluasa menjalankan akivitas sebagai Gubernur; turun ke masyarakat, termasuk menghadiri sejumlah rapat penting kenegaraan.

Bahkan Zola juga hadir juga dalam penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa kepada Megawati Soekarnoputri oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada 7 Maret 2018 lalu.

Dalam Pasal 40 UU No.30/2002 tentang KPK disebutkan, lembaga antirasuah ini tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap tersangka. Konsekuensi atas kewenangan ini, tersangka harus dan wajib dimejahijaukan.

Sayangnya, ada sejumlah kasus di KPK yang sampai hari ini masih menjadi tanda tanya. Padahal, sejumlah orang telah ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga terlibat dalam perkara korupsi.

Mereka diantaranya adalah:

1. Mantan Mantan Dirut Pelindo II Richard Joost Lino

Mantan Dirut Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino) ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka pada 18 Desember 2015 dalam kasus pengadaan tiga unit Crane (Quay Contaner Crane/QCC).

RJ Lino diduga menunjuk langsung perusahaan asal Cina, Wuxi Huang Dong Heavy Machinery untuk pengadaan QCC tahun 2010 di Pontianak, Palembang, dan Lampung. Proyek pengadaan QCC ini bernilai Rp 100-an miliar.

Atas perbuatannya, RJ Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pihaknya kesulitan mencari harga pasti penjualan tiga unit crane itu di China, sebab penyedia alat itu di China tidak mau memberikan keterangan.

“Terkait RJ Lino kami masih menunggu penghitungan kerugian negara. Dalam hal kerugian negara kita kan harus tau berapa sih harga sebenarnya dari alat mobile crane atau teks crane yang jadi persoalankan. Itu kan dibeli di Cina,” ungkap Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dilansir tribunnews.com.

Sementara itu pada 8 Februari 2018 lalu, Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pasal yang digunakan dalam kasus RJ Lino, yakni Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, sehingga ada kebutuhan untuk penghitungan kerugian negara.

“Di banyak perkara yang menggunakan Pasal 2 dan 3 memang butuh waktu untuk membuktikan atau menghitung lebih lanjut indikasi kerugian keuangan negara. Jadi dua hal itu yang terus kami dalami,” katanya.

“Ada kebutuhan koordinasi dengan pihak luar negeri terkait dengan beberapa bukti yang tidak hanya ada di Indonesia,” kata Febri lagi.

2. Mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo

Mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk tahun 1999 yang merugikan negara Rp 375 miliar.

Peran Hadi dalam kasus ini yakni memerintahkan Direktur PPH mengubah hasil kajian atas transaksi non-performance loan (NPL) atau kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun dari ‘ditolak’ menjadi ‘diterima’. Akibatnya, uang setoran pajak Rp 375 miliar yang seharusnya masuk ke kas negara (Ditjen Pajak) tidak terjadi.

 

Baca Juga :

Ini Kesaksian Zola dalam Kasus RAPBD untuk 3 Tersangka EM, SP, dan AF.

Hadi ditetapkan tersangka oleh KPK pada 21 April 2014 lalu. Hingga kini sudah hampir tiga tahun Hadi menyandang status ini.

Meski sudah melakukan praperadilan dan sempat dinyatakan bebas dari status tersangka oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, namun MA atas dasar Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan KPK, menyatakan bahwa putusan Hakim PN Jakarta Selatan keliru dan sudah melampaui wewenangnya. Alhasil Hadi kembali menyandang status tersangka.

Selain dua tersangka tersebut, masih terdapat sejumlah kasus lain yang sampai saat ini belum jelas perkembangan penyidikan oleh KPK, yakni kasus Bank Century, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Rumah Sakit Sumber Waras dan Wisma Atlet Hambalang.

Bagaimana nasib status Zumi Zola? Cuma KPK yang tahu!!!

 

(Nurul Fahmy)

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:inilahjambi@gmail.com
SOROTAN