Sastra, Kritik Sastra, dan Orientasi Kelisanan

 

Oleh Dwi Rahariyoso

Makalah Dari “Dialog Sastra” Kantor Bahasa Provinsi Jambi, Senin 29 Agustus 2016

Gagasan awal yang menjadi pokok pemikiran dalam menuliskan makalah ini terutama terinspirasi dari materi diskusi Seminar Nasional Kesastraan , tentang keberaksaraan atau budaya literasi. Dalam konteks masyarakat lisan kata-kata menjadi tidak penting, melainkan lebih menekankan kepada siapa yang mengucapkan kata-kata tersebut.

Dalam masyarakat beraksara, tulisan menjadi aspek yang cukup dominan. Perbedaan karakteristik kedua dimensi ini menjadi satu hal yang cukup menarik untuk dikaitkan dengan kondisi kesastraan kita dewasa ini. Mengapa demikian? Hal tersebut bisa kita lihat dari berbagai corak yang muncul pada karya-karya sastra Indonesia modern kita. Sastra berdiri di antara lisan dan tulisan, di antara bunyi dan makna. Maksudnya adalah ia hadir menghimbau bunyi dengan tulis, sehingga dalam tulisan tersebut ada jejak kelisanan yang membekas.

Asumsi tersebut menunjukkan bahwa teks yang bernama sastra tidak melepaskan konteks. Melalui sifatnya yang demikian maka sastra menjadi mendua, sebab ia tidak hanya menjelaskan apa yang ada secara tertulis melainkan juga menghadirkan yang (melampaui) di luar teks. Relasi antara teks dengan konteks dalam kesastraan, secara empirik merupakan sebuah kecenderungan yang pada akhirnya memosisikan sastra sebagai perantara yang bersifat transisional, yaitu mengantarkan kelisanan ke keberaksaraan.

Meskipun dalam perkembangan kesastraan Indonesia modern, fenomena-fenomena kelisanan cenderung menjadi suatu praktik yang membentuk relasi intersubjektif antara pengarang dengan pembaca atau masyarakatnya sehingga menghadirkan idola-idola yang populer sekaligus terpercaya.

Apa yang hendak kita pahami dalam pembuka tulisan ini adalah fenomena-fenomena kelisanan yang ‘membumbui’ perkembangan kesastraan Indonesia modern, yang kemudian hendak dikaitkan dengan praktik-praktik kritik sastra.
Pola-pola kelisanan dalam kesastraan kita secara umum mengindikasikan adanya pengaruh (jejak lisan) dari kebudayaan yang melatarbelakanginya.

Dalam tulisan sederhana ini akan dipaparkan kemungkinan-kemungkinan yang muncul beserta implikasinya bagi perkembangan dunia kritik sastra kita dewasa ini. Sebelum itu terlebih dulu akan dipaparkan kodrat keberadaan karya sastra, sebagai sebuah orientasi awal tentang fakta karya sastra.

Selanjutnya: 

Terima kasih telah membaca Inilahjambi.com. Cantumkan link berita ini bila Anda mengutip seluruh atau sebagian isi berita. Laporkan keluhan dan apresisasi Anda terkait konten kami ke email:[email protected]

Tinggalkan Balasan

SOROTAN