Rekam Jejak Kasus Politisi Golkar Azis Syamsuddin yang Sering Lolos dari Jerat Hukum
Ngeri, Rekam Jejak Kasus Politisi Golkar Azis Syamsuddin yang Berkali Kali Lolos dari Jerat Hukum
Inilah Jambi – Berkali-kali nama Azis Syamsuddin disebut dalam pusaran tindak pidana korupsi sejak 2010. Namun selama itu Azis selalu lolos dari jerat hukum.
Entah karena licin bagai belut sakti, atau politisi Partai Golkar yang kini menjabat wakil ketua DPR ini, benar betul bersih tanpa dosa korupsi.
Entahlah!
Teranyar, nama Azis disebut sebagai orang yang memperkenalkan Walikota Tanjungbalai M Syahrial dengan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju pada Oktober 2020 di rumah dinas Azis.
Kedua orang itu kini mendekam di jeruji besi bersama sejumlah orang lainnya. Sebelumnya terjadi kesepakatan jahat agar dugaan perkara korupsi yang menjerat M Syahrial dihentikan dengan memberikan imbalan uang Rp1.5 Miliar kepada Stepanus Robin Pattuju.
KPK sedang mendalami peran Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dalam kasus ini.
“Kami sudah catat temuan ini dan ini menjadi tugas KPK untuk mengungkap apa yang sesungguhnya, apa perbuatan yang dilakukan setiap orang dalam pertemuan tersebut,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 22 April 2021.
Selain kasus suap penyidik KPK, nama Azis Syamsuddin juga beberapa kali disebut dalam sejumlah kasus. Berikut rinciannya:
Baca juga:
1. Kasus Red Notice
Mantan Kadiv Hubinter Polri, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte menyebut adanya restu dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin untuk membantu pengusaha Tommy Sumardi mengecek status red notice buronan Djoko Tjandra.
Hal ini disampaikan Napoleon saat bersaksi di sidang lanjutan perkara dugaan suap terkait pengurusan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Polri. Napoleon Bonaparte bersaksi untuk terdakwa Tommy Sumardi.
2. DAK Lampung Tengah
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsudin dilaporkan Perhimpunan Advokat Pro-Demokrasi, Agus Rihat ke Mahkamah Kehormatan Dewan atas dugaan suap dalam pengesahan Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah tahun 2017. Perkara ini menyeret mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa.
Menurut Agus, Azis diadukan atas dugaan meminta fee untuk pengesahan DAK Lampung Tengah tahun 2017.
Menurut keterangan Mustafa, Azis meminta fee sebesar 8 persen dari DAK 2017 Lampung Tengah yang berhasil disahkan. Pada 2017 itu, politikus Golkar tersebut menjabat sebagai Ketua Badan Anggaran DPR.
Azis membantah menerima uang namun dia menghargai proses yang berjalan. Dia berharap pelaporan tersebut bukan politisasi untuk pembunuhan karakter. “Sebagai warga negara saya menghargai proses yang sedang berjalan, dan terkait dengan diri saya saya, saya berharap tidak dipolitisasi yang mengarah kepada pembunuhan karakter,” kata Azis.
3. Proyek Simulator SIM
Dalam persidangan mantan Kepala Korlantas Irjen Djoko Susilo, mantan Ketua Panitia Lelang proyek simulator AKBP Teddy Rusmawan membeberkan ada aliran uang haram masuk ke kantong sejumlah anggota Komisi III DPR dalam proyek pengadaan alat simulator SIM.
Para anggota DPR yang disebut adalah Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, Desmon J Mahesa, Herman Heri dan Muhammad Nazaruddin. Aziz Syamsuddin yang saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi III DPR membantah mendapat aliran uang panas dari Irjen Djoko Susilo.
4. Grup Permai Milik Muhammad Nazarudin
Dalam dokumen keuangan Grup Permai milik Muhammad Nazarudin, tercatat ada dua kali pengeluaran untuk “Azis”. Nama Azis yang dimaksud dalam catatan itu diduga kuat adalah Azis Syamsudin.
Dia diduga membantu Nazaruddin, pemilik Grup Permai, dalam proyek pembangunan Kawasan Pusat Kegiatan Pengembangan dan Pembinaan Terpadu Sumber Daya Manusia Kejaksaan.
Dalam dokumen dengan tanggal 24 April 2010, tercatat dua kali pengeluaran untuk “Azis”. Pengeluaran pertama dibukukan dengan keterangan “All Azis” dengan perincian US$ 250 ribu untuk anggota Komisi Hukum DPR dan US$ 50 ribu sebagai jatah Azis. Pengeluaran kedua, tertulis keterangan AS, Alwy, dan Olly, sebesar US$ 500 ribu. Pada hari yang sama, tercatat pengeluaran buat “Olly” sebesar US$ 500 ribu.
Dia membantah membantu Nazaruddin dalam mengoalkan beberapa proyek di komisi III. Aziz menegaskan, anggaran tersebut disahkan pada rapat tim anggaran Komisi III DPR dengan Jaksa Muda Kejaksaan Agung, 10 Februari 2010.
Untuk membuktikan pernyataan tersebut, politikus dari Fraksi Partai Golkar ini menunjukkan risalah rapat Komisi III dengan Kejaksaan Agung pada Februari 2010.